Skandal Pajak di Panama

Sumber: Tim riset Bakrie Morning Show.  Infografis: Rafika

Februari 2015, koran Jerman Suddeutsche Zeitung memberitakan penegak hukum yang menggeledah kantor Commerzbank, bank terbesar Jerman dengan kasus penggelapan pajak. Di Brasil, sebuah operasi ‘Car Wash’ atau ‘Lava Jato’ telah menjerat sejumlah politikus Brasil yang menuntun operasi tesebut pada mantan Presiden Luiz Inacio Lula da Silva yang mengancam kekuasaan Presiden Brasil, Dilma Rousseff.

Bermula dari kedua kasus tersebut, mengarah pada Mossack Fonseca, sebuah firma hukum kecil di Panama yang sangat berpengaruh. Mossack Fonseca  terlibat dalam penyuapan dan pencucian uang.

Kebocoran dokumen ini pertama kali diperoleh koran Jerman Suddeutsche Zeitung pada awal 2015. Data yang mencapai 11,5 juta files ini kemudian diinvestigasi lebih dalam oleh International Consortium of Investigative Journalists dan lebih dari 100 organisasi pers dari seluruh dunia. Tempo menjadi satu-satunya media di Indonesia yang terlibat dalam proyek tersebut. 

Jutaan dokumen dari tahun 1977-2015 ini terdiri dari surel, database, teks dokumen, foto, dan PDF. Semua data ini menunjukkan bagaimana firma hukum Mossack Fonseca bekerjasama dengan bank untuk menawarkan jasa kerahasiaan finansial pada politikus, pengusaha, mafia narkoba, miliuner, selebriti, hingga bintang olahraga kelas dunia.

Mossack Fonseca merupakan salah satu firma hukum yang membuat perusahaan cangkang terbaik di dunia. Perusahaan cangkang yaitu struktur korporasi yang digunakan untuk menyembunyikan asset kekayaan. Terdapat 214.488 nama perusahaan offshore yang terkoneksi dengan orang-orang di 200 negara, yang diantaranya 900 individu dan perusahaan yang berasal dari Indonesia. Shell Companies tersebut terdapat di 21 kawasan suaka pajak, mulai dari Nevada, Singapura, hingga British Virgin Island.

Mossack Fonseca menjajakan jasanya di berbagai negara. Jejaknya ditemukan di perdagangan berlian di Afrika, pasar lukisan berskala internasional, maupun bisnis gelap lainnya. Selain itu, klien yang memanfaatkan jasanya adalah keluarga kerajaan dan emir di Timur Tengah yaitu Raja Mohammed VI dari Maroko dan Raja Salman dari Saudi Arabia. Perdana Menteri Sigmundur David Gunnlaugsson dan istrinya ikut membayar jasanya untuk mendirikan firma offshore yang merupakan pemegang surat utang sebuah bank bernilai miliaran dolar di Islandia, yang ketika itu mengalami krisis ekonomi. 

Hasil penyelidikan itu juga mengungkapkan perusahaan di area surga pajak (offshore companies) yang dikontrol oleh perdana menteri dari Islandia dan Pakistan, Raja Arab Saudi, dan anak-anak Presiden Azerbaijan.

Beberapa kepala negara yang terkenal karena mendukung gerakan anti-korupsi pun muncul dalam dokumen Panama Papers. Hasil penelusuran dokumen tersebut bahwa beberapa offshore memiliki hubungan dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping, yang pernah bersumpah akan melawan koruptor. Petro Poroshenko, presiden Ukraina yang menyatakan dirinya pejabat bersih dari korupsi pun namanya masuk dalam dokumen Panama Papers. Ayah dari Perdana Menteri Inggris David Cameron, masuk dalam dokumen ini yang menjelaskan dengan detail mengenai perjanjian bisnis yang melibatkan perusahaan offshore.

Ada pula perusahaan gelap yang digunakan untuk menutupi kejahatan mereka. Perusahaan yang masuk dalam daftar buruk pemerintah Amerika Serikat karena sebagian dari mereka berhubungan dengan kartel narkoba Meksiko, organisasi teroris seperti Hezbollah atau terkoneksi dengan negara yang pernah mendapat sanksi internasional seperti Korea Utara dan Iran.

Hasil temuan pun mengungkapkan perusahaan itu menyediakan bahan bakar untuk pesawat jet yang digunakan pemerintah Suriah untuk mengebom dan menewaskan ribuan warga negaranya sendiri. Kemudian hal itu ditegaskan oleh pejabat pemerintah Amerika Serikat.

Informasi seorang terpidana pencucian uang yang mengaku berkontribusi US$ 50 ribu yang digunakan untuk membayar perampok dalam skandal Watergate juga ada dalam dokumen bocor tersebut.

Satu bagian dari dokumen ini, terungkapnya bank, perusahaan, dan sejumlah orang memiliki keterkaitan dengan pemimpin Rusia Vladimir Putin, beroperasi secara rahasia memindahkan uang dalam jumlah besar. Uang yang diputar mencapai US$200 juta dalam sekali transaksi. Modus yang dilakukan dengan menyamarkan pembayaran, memundurkan tanggal dokumen ke masa lalu.

Bintang ternama dunia juga menjadi klien Mossack Fonseca. Jackie Chan, aktor film asal Cina memiliki sedikitnya enam perusahaan. Pesepakbola terbaik dunia, Lionel Messi dan ayahnya memiliki perusahaan di Panama dengan nama Mega Star Enterprises Inc. Perusahaan cangkang milik Messi saat ini tengah diselidiki di Spanyol karena penggelapan pajak. 



Cara Bekerja Mossack Fonseca

Sumber: m.tempo.co

Melindungi rahasia kliennya merupakan keharusan bagi firma hukum di Panama ini, baik orang terkenal maupun tidak. Seperti di Nevada, negara bagian di Amerika, firma ini melinfungi diri dan kliennya dari dampak upaya hukum di pengadilan distrik Amerika Serikat, dengan cara memindahkan semua berkas dokumen perusahaan itu dari kantornya dan membersihkan jejak elektronik komunikasi mereka dengan bantuan ahli teknologi.

Dokumen yang bocor ini memberi petunjuk bagaimana Mossack Fonseca menawarkan kliennya membuat dokumen dengan tanggal mundur (backdated documents) untuk mendapatkan keuntungan dari perjanjian bisnis mereka. Jasa ini mulai dipromosikan pada 2007 melalui via email. Para karyawan Mossack akan membicarakan sistem, harga, dan tanggal yang diminta untuk dimundurkan. Setiap satu bulan ke belakang,klien membayar US$ 8,75.

Ketika diminta konfirmasi pada sebuah wawancara di televisi Panama, Ramon Fonseca, salah satu pendiri Mossack menyatakan bahwa firmanya tidak bertanggungjawab atas apa yang dilakukan kliennya dalam menggunakan perusahaan offshore yang dijual olehnya. 



Jaring Politikus

Presiden Rusia Vladimir Putin. Sumber: m.tempo.co

Sandalwood Continental Ltd, perusahaan di British Virgin Islands meminjamkan US$ 200 juta ke Horwich Trading Ltd, sebuah perusahaan gelap berbasis di Siprus pada 20 Februari 2011. Keesokannya, Sandalwood memberikan hak menagih atas pinjaman tersebut pada Ove Financial Corp, perusahaan misterius di British Virgin Islands. Di hari yang sama, Ove menyerahkan hak tagih pembayaran pada perusahaan Panama: International Media Overseas.

Dalam jangka waktu sehari dengan biaya US$1 tiap perusahaan, pinjaman itu berpindah ke tiga negara, dua bank, dan empat perusahaan sehingga keberadaan uang sulit dilacak.

Belakangan terbongkar bahwa transaksi tersebut berasal dari lingkungan terdekat Presiden Rusia Vladimir Putin. Bank Rossiya yang berbasis di St Petersburg, merupakan lembaga yang membentuk Sandalwood Continental dibawah kendali ‘juru bayar Putin’. Sedangkan International Media Overseas digerakkan oleh kawan lama Putin, Sergey Roldugin, pemain cello klasik sekaligus ayah baptis anak perempuan Putin.

Pembayaran tersebut bisa jadi direkayasa sebagai setoran atau imbalan atas bantuan pemerintah Rusia. Dokumen rahasia yang bocor ini memberi petunjuk bahwa nama orang dan perusahaan yang memiliki hubungan dengan Putin. Pada dokumen juga mengungkapkan bahwa pinjaman uang tersebut berasal dari bank di Siprus yang saat itu dimiliki oleh Bank VTB yang dikendalikan pemerintah Rusia.

Ketika konferensi pada akhir Maret 2016, juru bicara Putin Dmitry Peskov menyatakan bahwa pemerintah Rusia tidak akan menjawab pertanyaan ICIJ dan media mitranya, karena pertanyaan yang diajukan ‘sudah disampaikan beratur kali dan dijawab beratus-ratus kali.’ Rusia juga sudah menyiapkan “semua amunisi legal yang mungkin di arena naisonal dan internasional, untuk melindungi kehormatan dan martabat presiden kami.”

Lain halnya dengan Ian Cameron, ayah dari Perdana Menteri Inggris David Cameron membayar jasa Mossack Fonseca agar perusahaan dana investasinya, Blairmore Holdings, Inc. tidak harus membayar pajak di Inggris. Kemudian Mossack mendaftarkannya di Panama. Sejak berdirinya perusahaan tersebut pada 1982 hingga 2010 berada di bawah arahan Ian Cameron.

Dengan menggunakan sertifikat yang sulit ditelusuri, yang biasa disebut ‘saham atas nama’ (bearer shares) dan membayar direksi samara di Bahama. Panama Papers mencatat jejak Ian Cameron menghindari pajak merupakan contoh bagaimana dunia offshore dekat dengan elite politik dan bisnis di seluruh dunia. 



Jejak Panama Papers di Indonesia


Riza Chalid. Sumber: m.tempo.co

Dalam dokumen Panama Papers, terdapat sejumlah tokoh politik, pejabat, maupun pengusaha Indonesia yang menyembunyikan asetnya di negara bebas pajak.

Muhammad Riza Chalid, mafia minyak yang terkenal saat namanya terseret dalam kasus pencatutan nama presiden, masuk dalam dokumen Panama Papers. Dokumen Panama Papers mengungkap bagaimana aktor transaksi minyak Zatapi yang merugikan negara pada 2008 tersebut, membangun jaringan perusahaan offshore di British Virgin Islands. Dari data kepemilikan saham perusahaan, terjawab sudah siapa yang diuntungkan ratusan triliun rupiah dari impor minyak via Petral selama bertahun-tahun.

Penelusuran Tempo dalam dokumen Panama Papers menemukan sebuah sertifikat kepemlikan perusahaan offshore bernama Epcots International Ltd yang didirikan oleh Riza Chalid dan Rosano Barack, pengusaha yang dekat dengan Bambang Trihatmodjo, salah satu anak Soeharto. Perusahaan offshore ini didirikan pada 2 Juli 1998. Semua saham perusahaan ini ternyata tidak sepenuhnya dimiliki oleh Riza dan Rozano. Ada 10 nama lain yang disembunyikan dan hanya disebut sebagai ‘The Bearer’. Nama-nama tersebut menggunakan alamat yang sama, yaitu Chartwells Management Services di Singapura. Inilah pelayanan yang ditawarkan firma hukum Mossack Fonseca, membuat struktur korporasi dengan rahasia yang membuat pemilik asli atau benefical owner perusahaan hampir tak terelacak.

Februari 2010 lalu, dua karyawan Mossack Fonseca saling mengirim surat elektronik membicarakan bahwa Epcots masih aktif beroperasi dan dikelola oleh Rosano dan Riza. Perusahaan ini memiliki 50ribu saham yang harganya US$1,-/lembar saja. Dari total jumlah saham itu, Rosano dan Riza masing-masing hanya memiliki lima lembar saham.

Pemufakatan jahat pengusaha minyak dan oknum pejabat Pertamina yang merugikan negara sekitar Rp 65,5 miliar ini pun pernah dirilis oleh majalah Tempo edisi 24 Maret 2008 dalam sebuah laporan investigasinya yang berjudul ‘Ada Tapi di Zatapi’. 

Skandal Zatapi terbongkar, nyatanya tak membuat Riza Chalid jatuh. Melalui Global Energy Resources, ia masih bisa mengendalikan impor minyak Pertamina. Hal ini baru diketahui pada November 2015, saat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said menyewa jasa sebuah kantor auditor internasional untuk memriksa Petral.

Penyelidikan yang dilakukan Tempo terhadap Gold Manor, Global Energy Resources dan Orion Oil di Panama Papers tak membuahkan hasil. Pasalnya,  tidak ada kelanjutan informasi soal ketiga perusahaan offshore tersebut pada dokumen Mossack Fonseca. Kemungkinan berdirinya tiga perusahaan tersebut tanpa bantuan jasa Mossfon. Meski begitu, penelusuran jejak pebisnis minyak tersebut mendapat titik cerah. Bahwasanya Muhammad Riza Chalid, Johnny Gerard Plate, dan Irawan Prakoso masuk dalam dokumen skandal pajak tersebut.

Di Panama Papers, Irawan Prakoso terungkap bahwa ia memiliki saham di sebuah perusahaan offshore bernama Twinn International Ltd yang berkantor di British Virgin Island. Perusahaan satu dollar AS ini didirikan pada 2 Juni 2007. Irawan sendiri merupakan Direktur Energy Resources.

Sedangkan Riza Chalid dan Johnny Gerard Plate, berujung penemuan sebuah perusahaan offshore bernama Gainsford Capital Ltd yang berkantor di BVI. Pada obrolan internal, perusahaan tersebut terdapat orang ketiga yang membantu yaitu Nai Song Kiat, Direktur Veritaoil Pte Ltd berkewargenaraan Singapura. Perusahaan miliknya dituduh menjarah minyak selama bertahun-tahun.

Bermodalkan US$ 50 ribu, Gainsford didirikan di British Virgin Island pada 2001. Kemudian pada 8 April 2008, Riza Chalid dan Johnny Plate mengalihkan saham mereka kepada Nai Song Kiat, yang masing-masing 75 dan 25 lembar.

Selain menyerahkan saham, para pemegang saham juga mengutus direktur baru yang hanya punya satu nama: Eddie. Ia menggantikan pejabat lama yaitu Fernandex Patrick Charles.

Menurut dokumen Panama Papers, Riza Chalid cukup lihai dalam bermain di surga pajak. Ia memiliki beberapa perusahaan di kawasan suaka pajak. Selain Gainsford, Riza juga menjadi pemegang saham pada Tanc Pasific Ltd yang dimiliki bersama sepuluh pemegang saham lain yang menggunakan istilah “bearer”. Maksudnya, pemilik asli perusahaan tersebut tidak bersedia bila namanya dicantumkan.

Saham lain yang dimiliki Riza Chalid yaitu Sunrich Capital Ltd dan Cresswell International Ltd yang kepemilikan saham juga dimiliki oleh anaknya Muhammad Kerry Adrianto.

Kepemilikan saham Kerry Drianto terungkap saat Mossack Fonseca mengirim email kepada Riza Chalid pada November 2007. Email tersebut berisi penegasan bahwa pada tanggal tersebut putra sulungnya resmi mendapatkan pengalihan saham Cresswell. Hanya dengan membayar US$ 490 untuk 490 lembar saham. Riza masih memegang posisi strategis sebagai pemegang saham tersebar dengan 510 lembar.

Usaha mengonfirmasi dokumen Panama Papers ini terhadap Riza Chalid tidak berujung manis. Sejak Kejaksaan Agung memanggilnya dalam kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo, surat ke alamatnya tidak ada yang dibalas.

Memiliki perusahaan offshore tidak serta merta disebut sebagai pelanggaran hukum. Namun, kerahasiaan dan perlindungan kawasan suaka pajak memungkinakan perusahaan offshore dimanfaatkan untuk menyembunyikan kekayaan dan kejahatan. 



Kebebasan Buron di Kawasan Suaka Pajak


Joko Tjandra. Sumber: m.tempo.co

Kabur dari melalui bandara Halim Perdanakusuma menuju Papua Nugini dengan menggunakan pesawat carter-an pada 9 Juni 2009. Hal ini bertepatan dengan sehari sebelum Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM memberikan pernyataan bahwa bapak empat anak itu dilarang bepergian ke luar negeri. Joko Tjandra, buronan Kejaksaan Agung untuk kasus cessie (hak tagih) Bank Bali sebesar Rp 546 miliar yang terjadi pada 1999 lalu. Kdekatan waktu antara pelariannya dan perintah cekal membuat banyak orang berpikir ada kesepakatan yang terjadi.

Kedatangan Joko ke Papua Nugini bak angin segar baginya. Tiga tahun setelah lolos dari hukum, Joko menjadi warga negara Papua Nugini dengan nama barunya Joe Chan. Dengan identitas dan paspor barunya, ia melenggang bebas pergi ke berbagai negara hingga pihak keimigrasian harus membuat buku paspor baru karena halamannya sudah habis.

Hadirnya Joko di Papua Nugini pun seperti cahaya ditengah kegelapan.  Perdana Menteri PNG peter O’Neill secara gamblang mengucap terimakasih kepada Joko Tjandra alias Joe Chan yang telah membantu perekonomian dan pembangunan di wilayahnya, salah satunya membangun bisnis property di pusat pemerintahan.

Agus Anwar, 60 tahun, kabarnya memilih kabur ke Singapura setelah enggan membayar dana talangan negara senilai Rp 550 miliar. Mantan Direktur Bank Pelita dan Istimarat ini menjarah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ditengah krisis ekonomi Indonesia pada 1998 silam. Menurut kejaksaan, Agus baru membayar 70 persen dari uang yang harus dibayarkan pada negara.

Pada 18 Septermber 2012, Menteri Keuangan saat itu Agus Martowardojo mengatakan bahwa Anwar masih belum membayar utangnya, sehingga statusnya masih dinyatakan buron. Pencekalan ke luar negeri untuk Anwar pun masih berlaku. Artinya pemerintah masih menganggap Agus Anwar berkewarganegaraan Indonesia. Belakangan, beredar kabar bahwa Agus Anwar sudah menjadi warga negara Singapura sejak 2004 dan beralamat di 15 Ardmore Park, #04-03 Singapore, 259959.

Hasil penemuan Tempo dalam dokumen Panama Papers menunjukkan bahwa Tjoko Chandra dan Agus Anwar melakukan aktivitas bisnis mereka seolah bermain dengan uang negara yang seharusnya mereka kembalikan.

Komentar

Postingan Populer